DEPOKNET – Mencuatnya “perang pernyataan” antara DPRD kota Depok dengan pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) kota Depok menyikapi tudingan adanya pungutan liar (pungli) dan lambatnya proses penerbitan sertifikat tanah pada program pengurusan pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) kota Depok mendapat tanggapan dari beberapa unsur masyarakat.
Tanggapan tersebut datang dari salah satu pengacara muda kota Depok, Andi Tatang Supriyadi yang menyayangkan hal tersebut terjadi. “Harusnya perang statement itu tidak terjadi di media,” ucapnya, Kamis (14/10/2021)
Andi Tatang berpendapat, sangat tidak bijaksana jika kedua institusi pemerintah tersebut malah saling tuding dan membela diri di media yang pada akhirnya malah membuat gaduh tanpa menemukan solusi dari permasalahan yang terjadi.
“seharusnya kedua institusi tersebut bisa duduk bersama untuk mencari solusi, DPRD bisa memanggil pihak pihak terkait khususnya BPN untuk menanyakan apa benar atau tidak pungli terjadi dalam program PTSL,” sebutnya
Jika memang terbukti tudingan itu, Andi Tatang mengatakan agar Kepala BPN kota Depok harus mengambil sikap tegas jika pungli itu dilakukan anak buahnya.
Namun jika tudingan tersebut tidak terbukti, Maka pihak BPN kota Depok bisa juga melakukan laporan kepada aparat penegak hukum terkait pencemaran nama baik terhadap pihak pihak yang telah melemparkan tudingan pungli itu.
“untuk itu, saran saya agar dihentikan perang statement di media, silahkan duduk bareng, selesaikan secara bersama untuk membahas guna mencari solusi atas permasalahan ini,” tegas Andi Tatang Supriyadi.
Sebelumnya diketahui pihak Komisi A DPRD kota Depok menyebut telah terjadi pungli pada program PTSL di kota Depok.
Ketua Komisi A DPRD kota Depok, Hamzah mengakui telah banyak menerima aduan masyarakat yang mengeluhkan terjadinya pungutan liar dan lambatnya proses penerbitan sertifikat tanah.
“Ada aduan masyarakat saat mengurus sertifikat melalui program PTSL, dipungut biaya. Nilainya mulai dari Rp 600 ribu sampai Rp 2,5 juta bahkan ada yang mencapai Rp 4 juta,” kata Hamzah.
Ironisnya kata Hamzah, meski warga sudah membayar mahal, surat status tanah justru tak kunjung jadi. Bahkan ada yang dari tahun 2018, 2019 dan 2020 masih belum selesai.
Tudingan DPRD Depok tersebut disambut tanggapan Kepala Kantor Pertanahan BPN Kota Depok Ery Juliani Pasoreh yang menegaskan BPN Kota Depok sejauh ini belum pernah menerima laporan adanya pungli PTSL dari warga.
Selain itu tambah Ery, jika petugas BPN terbukti terlibat praktek pungli PTSL, akan konyol, karena mereka sudah tahu konsekuensinya. Untuk itu, Ery meminta kepada aparat penegak hukum Saber Pungli Kota Depok untuk melakukan penyelidikan terkait permasalahan pungli PTSL.
Upaya itu menurut Ery untuk mengungkap fakta apakah pungli PTSL yang terjadi pada masyarakat adalah murni dilakukan oleh petugas kelurahan dan jajarannya atau ada keterlibatan oknum BPN.
Sebagai informasi, BPN Kota Depok kembali meluncurkan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) 2021. Tahun ini BPN Kota Depok menargetkan 73.000 PTSL yang terdiri dari 33.000 produk Peta Bidang Tanah (PBT) dan 40.000 produk Sertifikat Hak Atas Tanah (SHAT). (Ant/CPB/DepokNet)