DEPOKNET – Tanda Daftar Usaha Pariwisata atau TDUP adalah izin yang wajib dimiliki oleh berbagai jenis usaha yang berkaitan dengan sektor pariwisata. Dokumen ini merupakan bukti resmi bahwa suatu usaha sudah terdaftar dalam Daftar Usaha Pariwisata dan dapat menyelenggarakan usaha pariwisata.
Di kota Depok, banyak pengusaha usaha pariwisata yang belum mengantongi TDUP namun sudah bisa beroperasi tanpa mendapat teguran dan sanksi sesuai peraturan. Padahal, kewajiban setiap pengusaha yang menyelenggarakan usaha pariwisata untuk memiliki TDUP diatur dalam Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 16 tahun 2013 tentang Kepariwisataan, pasal 32 ayat (1) yang menyebutkan, “Setiap pengusaha yang menyelenggarakan usaha pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 wajib memiliki TDUP yang diterbitkan oleh Walikota atau pejabat yang ditunjuk”.
Dalam Pasal 11 Perda Kota Depok Nomor 16 tahun 2013 tentang Kepariwisataan terdapat 13 jenis usaha pariwisata yang yang wajib mengantongi TDUP, diantaranya meliputi, Daya tarik wisata, Kawasan pariwisata, jasa transportasi wisata, jasa perjalanan wisata, jasa makanan dan minuman, penyediaan akomodasi, penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi.
Jenis usaha pariwisata lainnya adalah penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan pameran, jasa konsultan pariwisata, jasa informasi pariwisata, jasa pramuwisata, wisata tirta, dan solus per aqua atau Spa.
“Tidak ada upaya yang cepat dari pemerintah kota Depok untuk menertibkan para pemilik usaha pariwisata yang ada untuk segera memiliki TDUP. Banyak dari mereka yang beroperasi hanya mengandalkan surat rekomendasi dari Kelurahan atau kecamatan saja, dan jumlahnya ribuan di kota Depok,” ujar Albertus John Morris, Sekretaris LSM Gerakan Lokomotif Pembangunan (Gelombang) kota Depok, sore tadi (25/3)
Dijelaskan oleh Morris, sesuai apa yang tercantum dalam Perda kota Depok tentang Kepariwisataan, bahwa Pendaftaran Usaha Pariwisata bertujuan untuk menjamin kepastian hukum dalam menjalankan usaha pariwisata bagi perseorangan maupun pengusaha dan menyediakan sumber informasi bagi semua pihak yang berkepentingan mengenai hal-hal yang tercantum dalam daftar usaha pariwisata.
Morris mengambil contoh satu item dari 13 jenis usaha pariwisata yaitu jasa makanan dan minuman yang meliputi restoran, rumah makan, Bar/rumah minum, kafe, pusat jajanan makanan, jasa boga atau katering, dan usaha jasa makanan dan minuman lainnya, banyak yang hanya mendapat surat rekom dari kelurahan atau kecamatan saja, padahal mereka diwajibkan memiliki TDUP.
“Itu baru satu jenis usaha pariwisata saja, belum 12 jenis usaha pariwisata lainnya yang banyak itemnya seperti yang tertera dalam perda. Maka harus ada koordinasi yang baik dan terarah antara dinas pariwisata, badan pelayanan perizinan terpadu satu pintu, satpol PP selaku penegak Perda serta aparat kelurahan dan kecamatan untuk melakukan langkah kongkrit agar para pemilik usaha pariwisata di kota Depok mau mengurus TDUP, jangan dibiarkan berlarut-larut,” tegas Morris
Ditegaskan pula oleh Morris, bahwa setiap pemilik usaha pariwisata di kota Depok yang tidak memenuhi syarat kewajiban kepemilikan TDUP dapat dikenakan sanksi administrasif. Sanksi administratif yang tercantum dalam Perda Kepariwisataan itu diantaranya adalah teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha, pembekuan sementara kegiatan usaha, hingga penutupan kegiatan usaha.
Pria asal Maumere Nusa Tenggara Timur ini juga mengingatkan kepada masyarakat kota Depok untuk dapat melakukan pengawasan terhadap proses dan pelaksanaan kebijakan, rencana dan program kegiatan dalam penyelenggaraan kepariwisataan serta pelaksanaan usaha dan atau kegiatan penyelenggaraan kepariwisataan yang ada di kota Depok.
Pengawasan masyarakat tersebut dapat dilakukan melalui pemantauan terhadap pelaksanaan penyelenggaraan kepariwisataan serta juga pengujian dan verifikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atau standar operasional prosedur yang berlaku.
“Masyarakat gak perlu takut, peran serta masyarakat tersebut diatur jelas dalam Perda kota Depok tentang Kepariwisataan, itu hak semua warga masyarakat, bukan hanya hak masyarakat yang tergabung di Kelompok Sadar Wisata (pokdarwis) dan atau Kelompok Penggerak Pariwisata (Kompepar) saja,” papar Morris (CPB/DepokNet)