DEPOKNET – Sejumlah pasar di kota Depok tengah diusulkan perubahan statusnya menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Rencana perubahan status ini dianggap pihak pemerintah kota (Pemkot) Depok sangat tepat, agar Unit Pengelola Teknis (UPT) pasar bisa mandiri dengan mengelola keuangan sendiri. Karena, selama ini keuangan pasar tradisional masih menempel di anggaran Dinas Koperasi, UMKM, dan Pasar kota Depok, dan saat ini Pasar menjadi urusan Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagin) kota Depok sejak SOTK baru diberlakukan awal tahun 2017.
“Selama ini keuangan pasar masih menggunakan sistem Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada SKPD terkait dan prosesnya cukup panjang. Tapi kalau berubah jadi BLUD, dana akan dikelola dan dapat diuangkan sendiri secara mandiri,” ungkap Kepala Bidang Sarana dan Bina Perdagangan Disdagin kota Depok, Fenti Novita, ST di ruang kerjanya rabu lalu (5/04)
Diuraikannya, Kota Depok saat ini terdapat 9 pasar, di mana 5 pasar dikelola Pemerintah kota Depok, Pasar Kemiri Muka, Pasar Agung, Pasar Tugu, Pasar Cisalak, dan Pasar Sukatani. Sedangkan 4 pasar lainnya merupakan milik pemerintah pusat.
“yang sudah siap (jadi BLUD) sementara ini baru pasar Sukatani dan Cisalak, dengan sistem ini pasar akan memiliki fleksibilitas dalam tiga hal, yakni penganggaran, pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM), serta pengadaan barang dan jasa, namun tetap mengutamakan peningkatan pelayanan publik sebagai tujuan utama khususnya dalam hal urusan pengelolaan pasar,” tuturnya
Mantan Sekretaris Dinas Perindustrian dan Perdagangan kota Depok, Ir. Khamid Wijaya mengatakan rencana perubahan status pasar menjadi BLUD sesuai arahan dari pemerintah pusat dalam hal ini Departemen Dalam Negeri (Depdagri).
Pejabat senior yang pernah menduduki jabatan kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) kota Depok ini menyebut, sesuai saran dari Depdagri agar dilakukan proses bertahap dari BLUD dahulu.
“Saran depdagri BLUD dulu, kalau sudah mantap baru BUMD. Tapi bisa saja lompat ke BUMD kalau ada kesiapan untuk menciptakan profit, berarti perlu SDM dan manajemen yg profesional. Tapi menurut saya Depok BLUD dulu lah..,” ungkap Khamid yang saat ini menjabat sebagai Kepala Bagian Pemerintah Setda kota Depok.
Dalam pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia (Permendagri RI) nomor 61 tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah menyatakan, Badan Layanan Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BLUD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Unit Kerja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan pemerintah daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan (non profit), dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
Sedangkan pada Pasal 1 angka 2 Permendagri yang sama menyatakan, Pola Pengelolaan Keuangan BLUD yang selanjutnya disingkat PPK-BLUD adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan daerah pada umumnya.
BUMD Dianggap Lebih Tepat
Sementara itu, rencana perubahan status sejumlah pasar di kota Depok menjadi BLUD tersebut mendapat tanggapan dari beberapa kalangan, hampir seluruhnya mengharapkan Pemkot tidak perlu lagi membentuk BLUD namun pengelolaan pasar bisa langsung ditangani oleh perusahan umum daerah atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Wakil Ketua Komisi A, Hamzah, SE, MM menjawab tegas, BUMD akan jauh lebih efektif dalam memaksimalkan pasar bukan hanya dalam konteks pelayanan kepada publik, namun juga dalam peningkatan pendapat dan pemasukan daerah.
“Jika disuruh memilih terkait pengelolaan pasar, jelas saya lebih cenderung untuk dibentuk BUMD. Dan itu sudah sering saya sarankan dalam rapat-rapat dengan OPD terkait untuk segera dibuat BUMD-BUMD di kota Depok, bukan hanya pasar, misalnya yang lain itu Pengelolaan lahan TPU, juga bisa dibuat BUMD,” ucap Hamzah, pemilik akun Facebook bernama Juragan Faiz ini
Ketua Bidang Investasi dan Hubungan Kerjasama Internasional, Kadin kerakyatan kota Depok, Muhammad Ronny memberikan apresiasi atas rencana pembentukan BLUD Pasar di kota Depok, namun dirinya juga mengajak kepada seluruh elemen masyarakat kota Depok khususnya kalangan pemerhati masalah pembangunan dan ekonomi untuk bisa melakukan diskusi intens yang mana hasil diskusi nanti akan memberikan masukan kepada Pemkot dalam menentukan kebijakan terkait pengelolaan pasar.
“Sebagai awalnya BLUD juga sudah dapat diapresiasi. Kita harus diskusikan dengan mengundang pemerhati, pakar, sehingga ada second opinion yang dihasilkan dan secara formal kita berikan ke Walikota,” ungkapnya
Diterangkannya, BLUD lebih konsen ke pelayanan dan tidak mencari profit, sementara BUMD selain pelayanan juga harus memikirkan profit.
Tanggapan sensual dan atraktif juga hadir dari ketua Dewan Komunitas Pengusaha Depok (DEKADE), H. Acep Al Azhari. Acep mengatakan walau Dinas Pasar sekarang sudah masuk ke Dinas Perdagangan dan perindustrian, namun demikian alangkah bagusnya jika pasar pengelolaannya ditangani oleh BUMD.
“profesionalisme akan muncul karena di kelola dengan mental entrepreneurship, dengan demikian bisa menekan celah kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD),” ujarnya
“Orang dekat pak Wali” ini menambahkan, apapun bentuknya baik itu BLUD atau BUMD, sesungguhnya hanyalah sebuah wadah, bahkan pasar bisa diolah oleh Koperasi. Namun sebetulnya unsur SDM yang beriman dan profesional yang menjadi ukuran untuk mencapai sukses.
“Yang perlu dicatat adalah, masalah ekonomi kita itu ada di pasar, ada monopoli, ada gempuran persaingan (aseng, asing), dan sebagainya. Saya sendiri lagi design BUMM (Badan Usaha Milik Masyarakat), bisa aja kan lewat para komunitas di DEKADE,” pungkas Acep sedikit berkelakar
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) adalah badan usaha yang didirikan oleh pemerintah daerah yang modalnya sebagian besar atau seluruhnya adalah milik pemerintah daerah.
Pada Pasal 177 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan Pemerintah daerah dapat memiliki BUMD yang pembentukan, penggabungan, pelepasan kepemilikan, dan/atau pembubarannya ditetapkan dengan peraturan daerah yang berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
BUMD berdasarkan kategori sasarannya terdiri dari dua golongan, yakni perusahaan daerah untuk melayani kepentingan publik dan perusahaan daerah untuk tujuan peningkatan penerimaan daerah. Tujuan dibentuknya Badan Usaha Milik Daerah tersebut adalah untuk melaksanakan pembangunan daerah melalui pelayanan jasa kepada masyarakat, penyelenggaraan kemanfaatan umum dan peningkatan penghasilan daerah. (CPB/DepokNet)